REVIEW NOVEL “SI JAMIN DAN SI JOHAN”
Judul : Si Jamin dan Si Johan
Pengarang : Merari Siregar
Penerbit : Balai Pustaka
Tahun Terbit : 2001
Cetakan : Ketujuh belas
Tebal halaman : 102 halaman
Sinopsis :
Sebuah cerita yang mengisahkan dua saudara yang malang, yaitu yang bernama Jamin (kakaknya) dan Johan (adiknya). Mereka tinggal di tepi Prinsenlaan (sekarang, Jl. Mangga Besar) di Taman Sari, disebuah rumah setengah tua, berdinding papan, beratap genting. Mereka tinggal bersama bapak dan ibu tirinya. Ibu tirinya bernama Inem, dia selalu memaksa Jamin untuk mencari uang dengan cara meminta-minta (mengemis). Jika uang yang didapat Jamin tidak sesuai dengan keiginan ibu tirinya, maka Jamin mendapat pukulan dan tendangan, cacian dan makian, sementara uang tersebut digunakan ibu tirinya untuk memuaskan nafsunya dengan membeli madat (obat terlarang) dan minuman keras. Sementara Jamin dan Johan tidak pernah diberi makan, makanya Si Jamin selalu menyisihkan uangnya untuk membeli makan untuk adiknya Johan walaupun hanya nasi saja tanpa lauknya.
Sementara bapaknya yang bernama Bertes, berasal dari Ambon, tidak memperdulikan kekejaman si Inem, karena bapaknya suka mabuk-mabukan, jadi tidak pernah sadar kalau kedua anaknya sangat menderita, padahal dulunya Bertes adalah seorang serdadu yang pemberani di Aceh, tapi karena Bertes bergaul dengan orang-orang pemabuk dia jadi ikut-ikutan pemabuk, meskipun istrinya Mina (yang sudah meninggal) selalu mengingatkannya dengan cara yang lemah lembut, agar tidak terjerumus kedalam pergaulan yang menyesatkan, tetapi Bertes menghiraukan perkataan istrinya. Sampai ketika ia mendapat penyakit Beri-beri kering, berbulan-bulan ia terbaring di rumah sakit karena penyakitnya bertambah parah, akhirnya dikirim ke Jakarta, karena menurut dokter barangkali akan sembuh.
Enam bulan lamanya ia berobat di rumah sakit di Jakarta barulah ia sembuh, tetapi ia diberhentikan dari pekerjaannya, karena badannya tidak kuat lagi. Karena pulang ke daerahnya (Kutaraja) ia malu, akhirnya ia tinggal di Jakarta untuk selama-lamanya, dengan uang pension dan gaji dari pekerjaan ringan (pekerjaan barunya), ia dapat hidup sederhana dengan istri dan kedua anaknya, Jamin dan Johan, sampai setahun lamanya. Tetapi dalam tahun kedua kelakuan Bertes berubah, penyakit pemabuknya kambuh lagi. Sampai-sampai Mina menderita dan sakit-sakitan, tetapi Mina selalu berusaha menunjukan wajah yang jernih seperti biasanya, tetapi segala nasihat sudah tidak berguna lagi bagi Bertes. Bukannya Bertes bertambah baik, ia malah tenggelam kedalam lembah kesesatan.
Semakin hari penyakit Mina semakin parah. Sesekali ia membatukan darah, tetapi tidak seorang pun yang mengetahuinya. Suatu pagi kedua anaknya memberitahukan tetangga-tetangganya bahwa ibunya tidak dapat bangun, pada hari itu juga Mina dibawa ke rumah sakit, tetapi ia tidak dapat ditolong lagi. Bertes tidak merasa menyesal atau taubat ia malah menjadi-jadi. Beberapa hari kemudian ia bertemu dengan si Inem, perempuan yang kurang baik kelakuannya dan menjadikan si Inem sebagai istrinya. Sejak saat itu berubahlah keadaan rumah tangga si Bertes. Kecintaan hatinya kepada anak-anaknya berkurang sehingga ia tidak peduli si Inem berbuat sesuka hati kepada kedua anaknya.
Akhirnya si Bertes dilepas dari pekerjaannya, sebab dia sudah banyak melakukan kesalahan. Sejak saat itu si Inem memaksa si Jamin untuk memint-minta, jika si Jamin tidak mau, maka si Inem mengancamnya dengan akan membuang adiknya ke kali (sungai),
Pada suatu hari si Jamin disuruh meminta-minta dan harus mendapatkan uang setengah rupiah (50 sen), kalau tidak dapat ia tidak boleh pulang. Kemudian si Jmin pergi untuk meminta belas kasihan orang lain. Sudah siang hari si Jamin baru mendapatkan uang seketip (25 sen). Dengan sedih ia pergi duduk ke tepi sungai Ciliwung yang mengelilingi taman. Si Jamin duduk di tepi sungai itu. Kemudian dia pergi ke pasar ikan, disana dia bertemu dengan orang pemurah hati, tiba-tiba hujan turun dengan lebatnya. Ia pergi berteduh ke rumah jaga (emperan toko). Ketika itu hari sudah gelap, Si Jamin teringat pulang ke rumah, tetapi uangnya belum cukup 50 sen dan perutnya pun semakin merasa lapar karena ia belum makan apapun sejak tadi pagi.
Kemudian ia pergi ke Pasar Baru tetapi dia tidak mendapat apa-apa. Kemudian dia pergi ke Pasar Senen mungkin disana ia akan beruntung. Ia berjalan makin lama makin lambat, lalu ia berhenti didepan sebuah toko dan ia pun tertidur ditengah malam yang hujan dan dingin.
Hari sudah pagi pemilik toko itu membuka tokonya. Pemilik toko itu bernama Kong Sui ia sangat baik dan pemurah. Kong Sui terkenal dengan obat-obatannya yang manjurdan hargannya yang murah. Tiba-tiba Kong Sui melihat seorang anak yang sedang tidur berpakaian kotor dan basah. Anak itu ialah si Janim, kemudian Kong Sui membawanya kedalam dan menghangatkannya. Setelah si Jamin sadar Kong Sui dan istrinya bertanya kepada si Jamin dan si Jamin pun menjawabnya dengan jujur. Si Jamin menceritakan tentang uang 50 sen. Disana si Jamin diberi makan dan baju, dia tidak lupa membawa makanan untuk adiknya Johan. Kemudian dia bergegas untuk pulang kerumahnya dan Kong Sui memberi uang yang 50 sen dan memberi lebih untuk si Jamin. Si Jamin sangat berterima kasih kepada mereka.
Sesampainya di rumah si Jamin mendengar pembicaraan orang-orang tentang Bapaknya yang dibawa Polisi karena kasus pembunuhan. Ia terkejut, meskipun selama ini ia merasa tidak mempunyai bapak. Setelah masuk kedalam rumah si Jamin memberikan uang tersebut kepada si Inem. Si Inem memperhatikan si Jamin dan heran, darimana si Jamin bisa mendapatkan baju yang di pakainya. Kemudian si Jamin menceritakan semuanya. Si Inem memaksa si Jamin untuk melepas bajunya dan menggantinya dengan baju yang compang-camping. Tiba-tiba si Jamin menemukan sesuatu dari saku celananya dan si Jamin berusaha agar ibu tirinya tidak menyuruhnya melepaskan celananya, karena takut ibu tirinya menemukan barang yang ada di saku celananya itu. Setelah ibu tirinya pergi si Jamin mengambil barang yang di sakunya ternyata itu adalah sebuah cin-cin dan ia tahu pasti cin-cin itu milik nyonya Fi (istrinya Kong Sui). Saat Jamin sedang melihat-lihat cin-cin itu tiba-tiba si Inem merampas cin-cin itu. Si Jamin berusaha untuk merebutnya kembali tapi ia tidak bisa, ia malah disuruh pergi untuk meminta-minta. Si Jamin pun pergi dengan hati sedih karena ia tidak bisa mengembalikan cin-cin itu kepada nyonya Fi.
Di tempat lain Kong Sui dan istrinya berdebat masalah si Jamin karena Kong Sui mempercayai cerita orang tentang kejelekan pengemis, tetapi nyonya Fi tetap mengatakan, bahwa anak itu tulus hati. Nyonya Fi terus membela anak itu sehingga suaminya mengalah dan kembali bekerja.
Ternyata cerita itu benar si Jamin kembali meminta-minta dan memakai baju compang-camping karena baju pemberian nyonya Fi sudah di jual oleh ibu tirinya.
Si Jamin selalu berjalan berkeliling dekat toko Kong Sui. Siang malam ia memikirkan nyonya Kong Sui yang pengasih itu. Kalau dia melihat dari jauh, pikirannya senang, tetapi dia tidak berani datang ke rumahnya karena malu dan segan karena cin-cin itu munkin sudah di jual oleh ibu tirinya.
Suatu hari si Jamin sedang jalan-jalan di Mngga Besar, terdengar suara yang memanggil namanya. Ternyata yang memanggilnya itu si Johan adiknya, terkejut bercampur heran ia melihat adiknya memegang suatu benda yang berkilau ternyata cin-cin itu. Johan mengambil cin-cin itu saat si Inem sedang pergi, karena dia tahu dimana cin-cin itu di simpan. Dia memberikan cin-cin itu kepada abangnya (kakaknya). Ia merasa beruntung daripada mendapat harta yang berlimpah. Pada waktu itu juga si Jamin pergi bersama adiknya (karena adiknya takut untuk pulang ke rumah) ke Pasar Senen untuk mengembalikan barang itu. Mereka berjalan menyimpang kekiri kekanan. Tidak lama kemudian, sampailah mereka ke Pasar Senen, tampaklah toko obat Kong Sui. Ia berkata dengan riang kepada adiknya dan menunjukan rumah itu. Saat berjalan menuju rumah itu tiba-tiba si Johan merasa ditarik kesebelah kanan oleh abangnya. Si Johan menjadi bingung, ia melihat si Jamin terpelanting ke sisi jalan, terhantar disana, kepalanya berlumuran darah. Banyak orang berkerumun di tempat kecelakaan. Beberapa orang merasa kasihan mengangkat si Jamin kedalam kereta akan dibawa ke Rumah Sakit Miskin di Glodok. Polisi cepat memeriksa asal mula kecelakaan itu.
Orang-orang pun bubar, tempat yang tadinya ramai kini seperti biasa, seolah-olah tidak ada krjadian apa-apa. Tinggal si Johan sendiri yang tak berhenti menangis, karena Jakarta itu ramai, anak menangis ditengah jalan sudah biasa.
Si Johan tak mengerti! Semua itu terjadi dalam sekejap mata. Ia hanya tahu abangnya luka parah. Ia melihat sesuatu yang berkilauan dan ia mengambilnya. Ia terkejut melihat cin-cin itu, lalu ia teringat untuk mengembalikan cin-cin itu. Dengan tidak berpikir panjang ia langsung berjalan menuju rumah obat Kon Sui. Tetapi dia tidak berani masuk kedalam. Ia hanya berdiri didepan, melihat-lihat kedalam. Didekat meja besar dia melihat Kong Sui, dia sedang berbicara dengan orang yag membeli obat. Di kursi dekat pintu duduk seorang perempuan itulah nyonya Fi. Nyonya Fi sedang berbicara dengan tetangganya. Tetangga itu bercerita tentang kecelakaan yang tadi, nyonya Fi merasa kasihan pada anak itu. Kemudian tetangga itu pulang. Si Johan hendak masuk, tetapi ia tidak berani, sebab ia tidak kenal dengan orang yang punya rumah itu dan ia tidak tahu apa yang harus dikatakan. Beberapa lama kemudian ia memberanikan diri, karena ia berpikir bahwa tak ada jalan lain melainkan menceritakannya kepada Kong Sui, karena pulang pun dia takut ibu tirinya. Kemudian ia masuk dan memberi hormat kepada nyonya Fi, waktu itu Kong Sui ada dibelakang. “cin-cin ini punya nyonya” kata si Johan sambil meletakannya dimeja. Nyonya mengambil dan mengamati cin-cin itu, rupanya cin-cin itu milik anaknya yang sudah meninggal. Kemudian nyonya Fi bertanya pada Johan darimana dia mendapatkan cin-cin itu. Johan menjelaskan semuanya termasuk kecelakaan yang terjadi pada abangnya. Kemudian Johan dan nyonya Fi pergi ke rumah sakit untuk melihat si Jamin.
Sesampainya di rumah sakit mereka tidak di perolehkan masuk oleh petugas, tetapi nyonya Fi terus memohon. Akhirnya mereka di persilahkan dan di antar ke kamar Jamin. Setiba di kamar mereka melihat Jamin dengan keadaan tidur dan kepalanya di perban dan ada bekas darah yang masih keluar. Si Johan menangis melihat abangnya lalu dipegang tangan abangnya.
Karena mendengar suara Johan si Jamin pun tersadar. Ketika ia melihat nyonya Fi ia teringat dengan kebaikannya. Ia berbicara tentang cin-cin itu dan ia menitipkan Johan kepada nyonya Fi, sebelum akhirnya dia menghembuskan nafas terakhirnya. Jamin dimakamkan disebelah makam ibunya. Johan dirawat dan di sekolakan oleh keluarga Kong Sui. Setelah tiga bulan Bertes keluar dari penjara karena ia terbukti tidak bersalah. Ketika ia pulang, ia mendengar berita kalau si Jamin sudah meninggal dan si Inem tidak ada yang tahu dia berada dimana. Kemudian dia menemui Johan. Setelah lima tahun Johan lulus dari Sekolah Rendah dan meneruskan ke Sekolah Pertukangan di Kampung Jawa. Segala biayanyadi tanggung oleh keluarga Kong Sui. Ia selalu berharap dapat membalas pertolongan dan kebaikan keluarga Kong Sui.
Review Novel Sastra “Pada Sebuah Kapal”
Judul buku : Pada Sebuah Kapal
Pengarang : N.H. Dini
Penerbit : PT.Gramedia Pustaka Utama
Jumlah halaman : 352 halaman
Sinopsis :
Sri berumur tiga tahun waktu ayahnya meninggal. Dan kebetulan saat itu ayahnya telah pergi. Yogya adalah tempat tersedia untuk tanah peristirahatan bagi keluarga yang meninggal. Neneknya di sana memiliki sebuah rumah berpendapa besar yang kini telah menjadi milik pamannya sebagai bangsal sekolah menari yang diurus seorang guru muda. Ayah Sri bukan seorang yang luar biasa pemilik indra keenam yang tidak dimiliki oleh setiap orang. Dia keluar sekolah menengah atas kemudian bekerja sebagai penyiar radio di kotanya, Semarang . Lima tahun bosan, dia keluar untuk menceburkan diri ke pendidikan pramugari udara. Kebetulan dia ketemu dengan kawan kelas 5 SD bernama Sunarti. Namun, sayang ia ditolak perusahaan penerbangan tersebut untuk menjadi pramugari dengan ditukar menjadi wartawan mingguan. Untuk itu, ia harus menjalani tes kesehatan. Ditunggunya hasil tes tersebut, dia tetap mengudara di radio walaupun sudah meminta keluar. Kemudian Sri pergi ke dokter kenalan ayahnya di kota Semarang, namanya dr. Martono. Dokter menyarankan dia berobat sungguh-sungguh berhubung penyakitnya masih gejala dan memintanya pindah ke kota yang lebih sejuk. Sri putuskan untuk pindah ke Salatiga dengan pertimbangan yang matang. Masih sebagai penyiar yang berstatus pegawai negeri, dia hanya wajib membayar sebagian biaya pengobatan dan penginapan. Kebetulan bertemu dengan Yus, teman kakaknya. Selama sembilan minggu dia di penginapan, Sri pun diizinkan pulang. Bulan depan, Sri pergi ke Jakarta untuk bekerja sebagai penyiar radio. Dia menginap di rumah pamannya. Suatu saat, Sri melihat mobil jip angkutan udara berhenti di depan rumah pamannya, ternyata ada Sunarti, dan kedua temannya, Mokar dan Saputro. Dia dianggap hebat oleh Narti karena keahliannya, sambil melepaskan rindu dengan bercerita. Mereka berjanji akan nonton bareng di kala tiada kesibukkannya masing-masing. Dia mengiyakan karena mudah untuk mengatur jadwal dinas penyiar dengan latihan menari, dan dimaklumi oleh atasan Sri. Selama di sanggar tari, dia mencintai Basir yang bertepuk sebelah tangan karena kriteria idaman Basir tidak ada sedikitpun pada dirinya. Di tempat kerjanya, Sri dikucilkan teman-temannya. Belum sempat memikirkan kesalahannya, kakaknya yang di Semarang mengabarkan berita duka kematian ibunya karena serangan jantung. Langsung saja sorenya, Sri, Sutopo, serta pamannya pergi ke Semarang. Dia mencoba tegar menghadapi semua ini. Tiga hari kemudian, mereka kembali ke Jakarta. Sri meneruskan rutinitasnya sebagai penyiar radio dan latihan menari. Tak lama, Sri diundang menari di istana. Sekembalinya dari istana, suasana kantor memanas akibat cibiran rekan sekerjanya bahwa dia dianggap sebagai wanita panggilan bagi pejabat istana.
Suatu sore, Yus datang ke Jakarta menemuinya. Malam hari, mereka keluar makan. Di tengah pembicaraan makan malam, Yus mengungkapkan cintanya dan ingin menikahinya. Namun, ditolak Sri karena dia belum ingin menikah dalam waktu dekat. Seselesainya, mereka kembali ke rumah pamannya dengan becak. Yus mengantarnya sampai di depan pintu dan Yus langsung menarik tangannya sambil dipeluk dan dicium. Dia marah dan berjanji tidak pernah menemui Yus lagi. Itulah ciuman pertama Sri.
Sri sering menari di istana. Suatu hari, Sri mengunjungi rumah Sutopo, kakaknya. Di sana ada teman Sutopo berkebangsaan Amerika yang kemudian dikenalkan Sutopo padanya. Carl namanya, orang kaya yang berniat membeli lukisan Sutopo. Suatu pagi, dia pergi ke Kedutaan Perancis menuju bagian penerjemahan untuk menanyakan ucapan sebuah nama lagu yang tidak dia kenal. Kemudian, dia dititipi kartu nama Charles Vincent, orang yang begitu mencintainya. Pada malam kesenian Kongres Pemuda se-Asia, Sri diminta menari oleh pimpinan seni tari. Kebetulan, Saputro, temannya Sunarti, yang dulu pernah berkenalan dengannya juga hadir. Saputro kagum akan keahliannya menari. Kemudian, Saputro sebagai mengajak Sri keluar rumah untuk nonton atau makan. Mereka saling mencintai. Namun, karena Saputro sebagi pilot, maka acara-acara mereka sering dibatalkan. Awalnya, Sri memang dinomorduakan, tapi akhirnya Sri sadar profesi kekasihnya. Suatu hari, Saputro harus terbang ke Eropa selama tiga bulan. Dia pun merindukaannya. Sampai kedatangan Saputro, mereka tidak bisa menahan rasa rindu yang terpendam, malam itu juga, Sri menyerahkan keperawanannya kepada Saputro. Esoknya, Saputro membawakan gelang emas dan cincin bermata berlian untuk Sri sebagai tanda pertunangan. Dia pun mempersiapkan segala pernikahannya. Enam minggu usai pernikahan, Saputro harus kembali terbang ke Malang untuk beberapa hari. Kemudian, Saputro kembali ke Jakarta dengan menumpang pesawat lain dan menggantikan Nyoman, teman kerjanya yang sakit menuju Halim untuk mengambil pesawatnya. Paginya, di tempat dinas Sri, ada seorang berpakaian seragam angkatan udara yang mengabarkan bahwa Saputro telah gugur karena pesawatnya jatuh di Bandung setelah jam delapan dua belas menit terbang dari Malang bersama Kapten Suwarno melalui Semarang. Sri tidak terima atas kematian Saputro. Esok hari, dia dan pamannya menuju Bandung untuk melihat prosesi pemakaman Saputro. Kemudian, mereka menuju Semarang menemui ibu, ayah, dan keluarga Saputro yang telah menunggu.
Esoknya, Sri kembali ke Jakarta untuk bekerja. Seminggu kemudian dia mengajukan cuti tanpa dibayar selama lima bulan yang dikabulkan atasannya. Sri berencana menenangkan diri setelah kematian Saputro menuju Yogya di rumah temannya Sutopo. Rencananya berhasil, Sri ditemani Nyoman menuju Yogya du a hari lagi. Nyoman bertanggungjawab atas kematian Saputro. Kebetulan, Carl minggu depan berencana menuju Yogya dan Carl mengajak Sri bareng, namun ditolaknya karena Sri akan diantar oleh Nyoman. Setibanya di Yogya, dia menghabiskan waktunya dengan Carl. Carl mengungkapkan isi hatinya dan berniat menikahinya, namun diragukan oleh Sri karena Carl menyombongkan hartanya dan terlalu berbeda gaya hidup dengan Sri.
Sepuluh bulan kemudian, dia memilih dengan Charles Vincent, tapi ditolak Sutopo karena Sri belum terlalu mengenal Charles. Ternyata benar, Charles selalu mencemoohkan Sri, Charles terlalu egois. Otoriter, dan terlalu banyak ikut campur dalam urusan rumah tangganya. Sampai ketika usia anak mereka dua tahun. Suatu waktu Charles mengajukan cuti panjang untuk berlibur di Jakarta karena sebelumnya mereka tinggal di Jepang. Kemudian, mereka melanjutkan liburannya ke Marseille, Perancis. Setelah itu, Charles berlibur sendirian ke India dengan pesawat, sedngkan Sri ditinggalkan di Saigon, Vietnam bersama anaknya dengan kapal pesiar.
Di kapal itulah cinta terlarang Sri dengan seorang komandan kapal yang sudah beristri dan mempunyai dua orang anak dimulai, komandan tersebut bernama Michel, Michel adalah seorang laki-laki yang telah dikecewakan oleh istrinya Nicole, sebelum Michel menikah dengan Nicole yang sekarang menjadi istrinya, tidak ada sedikitpun rasa cinta dalam diri Michel, karena Michel merasa bahwa karakter yang terdapat dalam diri Nicole tidak sedikitpun menggambarkan wanita impiannya, Nicole berumur lima tahun lebih tua dari Michel. Michel menikahi Nicole karena ibu Michel sendiri yang menginginkan pernikahan itu terjadi, karena ibu Michel sudah mengetahui gaca pacaran Michel dan Nicole.
Sri yang selama ini tidak merasakan kebahagiaan dari suaminya, dia merasa ada suatu getaran yang amat sangat mendalam ketika bertemu dengan komandan kapal, Karena kekuatan akan ketenangan, kenyamanan dan kelembutan ketika Sri berada di samping Michel. Sri melakukan hubungan badan dengan Michel sebelum Sri mengetahui siapa nama orang yang sudah tidur bersama dirinya. dikarenakan ketampanan, kegagahan dan kelembutan dari sosok Michel. Michel pun merasakan bahwa Sri adalah wanita yang selama ini dicarinya karena keibuannya, kelembutannya, keramahannya dan kemanisannya. Kekaguman Michel kepada Sri bertambah ketika Sri menari tarian Jawa di pesta yang diadakan oleh para pengelola kapal, bukan hanya Michel saja yang terkagum, seluruh awak kapal pun merasa tersanjung atas kepiawaian Sri dalam menarikan tarian Jawa, meskipun Sri menari dengan pakaian tari yang tidak lengkap, karena Charles suaminya selalu melarang Sri untuk melakukan kegiatan yang berunsurkan budaya timur (Indonesia). Selama perjalanan mulai dari Saigon sampai Marseille, Sri merasa dirinya telah menemukan kebahagiaan yang selama ini dia harapkan dari sesosok suaminya. Namun sayang orang yang bisa menenangkan hatinya itu adalah kekasihnya, bukan suaminya. Malam itu adalah malam perpisahan Sri dengan Michel. Sri dan Michel pun merasa tidak percaya akan adanya perpisahan yang akan mereka alami besok. Karena ketidakrelaan Michel untuk melepaskan kekasihnya itu, maka Michel memutuskan untuk tidak melihat Sri turun dari kapal meninggalkan dirinya, apalagi ketika melihat Sri dijemput oleh suaminya, Charles. Dan akhirnya mereka berpisah.
Sri dan Charles meneruskan liburannya di Perancis, seperti biasanya, Charles tidak memperdulikan Sri sebagai istrinya, selama liburan Sri hanya diperlakukan sebagai kacungnya, tanpa memikirkan bagaimana perasaannya. Setelah pertengahan musim gugur, mereka kembali ke Kobe, Jepang, sesampainya mereka di Kobe, Sri mendapatkan surat dari Michel, di mana surat yang sudah datang dari dua minggu yang lalu berisikan kabar bahwa ada kemungkinan buat Michel untuk membawa kapal yang akan berlabuh di Jepang. Dengan susah payah Sri mencari informasi melalui pegawai pelabuhan tentang kedatangan Michel di Jepang. Akhirnya Sri mendapatkan informasi bahwa kapal yang akan dibawa Michel akan datang dua bulan lagi. Sri selalu menunggu datangnya bulan itu, untuk mengatasi kejenuhannya menunggu Michel yang akan datang dua bulan lamanya, Sri menyibukkan diri untuk membantu dua mahasiswa yang akan menyelenggarakan pengumpulan amal untuk panti asuhan dengan pagelaran seni tari. Carl yang ketika Sri baru pulang dari Prancis sudah ada di Jepang. Dia sedang melanjutkan studinya di Kobe . Sekarang Carl sudah menikah dengan teman wanitanya semenjak kecil. Namun ketika kehadiran Carl yang kedua kalinya dalam hidup Sri dan mungkin dengan kondisi rumah tangga Sri saat itu, maka Sri merasakan suatu getaran yang berbeda dari sebelumnya. Namun kekuatan getaran itu tidak menggoyahkan hati Sri yang terlalu tegak oleh tongkat cinta yang diberikan Michel kepadanya. Acara penggalangan amal pun dilaksanakan, Charles dan Carl pun hadir pada acara tersebut. Carl adalah donatur yang paling banyak menyumbangkan uangnya untuk anak-anak panti asuhan di kota itu. Dengan berjalannya waktu, keadaan rumah tangganya semakin tidak bersahabat, mungkin karena rasa kebencian dan kemuakan Sri terhadap Charles yang semakin hari semakin menjadi-jadi. Dan akhirnya waktu yang selama ini ditunggu di mana Michel berada di negara yang sekarang dia tempati. Dua kali Sri mencari alasan kepada Charles agar dia bisa bertemu dengan Michel. Hari pertama Sri menemui Michel dengan alasan akan menonton pertunjukan seni tari. Dengan berat hati Charles pun mengizinkan dan Sri pun pergi dari rumah sendirian dengan meminjam mobil nyonya Darti, istri kepala konsul Indonesia . Mengingat ketidaksenangan Charles terhadap pertunjukan seni. Sri pun berhasil sampai di pelabuhan untuk menemui Michel walaupun sempat kucing-kucingan dengan petugas pelabuhan, mengingat jabatan dari suami Sri adalah sebagai wakil konsul Perancis, sehingga tidak sedikit dari para karyawan kapal yang mengenal Charles dan Sri. Akhirnya mereka pun bisa bertemu kembali dan mereka langsung masuk ke kamar untuk melepaskan rasa rindu karena sudah lama tidak ketemu. Haripun sudah mulai gelap, dan Sri pun meninggalkan kapal untuk bergegas pulang karena anaknya sudah menunggu dia. Pada keesokan harinya Sri pun mencari alasan kembali untuk bertemu dengan Michel. Mengingat hari itu adalah hari terakhir Michel berada di Jepang karena dia berada di Jepang hanya dua hari, dan Sri pun bertemu kembali dengan Michel. Hari itu Sri diajak Michel menikah dan ikut bersama dirinya berlayar keliling dunia dan hidup bahagia bersama Michel. Namun Sri menolak ajakan Michel dengan alasan di antara mereka sudah mempunyai pasangan hidup masing-masing walaupun kehidupan keluarga mereka tidak pernah diselimuti kebahagiaan dan di antara mereka ada seorang anak yangn membutuhkan keduanya. Seolah memberi harapan kepada Michel, Sri menyarankan kepada Michel agar dia pindah kerja dari lautan ke daratan, Sri pun memberi tahu rencananya yang akan pindah ke Paris karena tugas Charles pindah di Paris. Dia akan tinggal di sana paling sedikit tiga tahun. Mereka pun berpisah kembali walaupun dengan hati yang sangat-sangat berat. Michel melanjutkan perjalanannya dan Sri pun melanjutkan hidupnya bersama Charles dan putri cantiknya. Mengingat akan perkataan Sri yang akan pindah ke Paris, Michel pun mempunyai rencana untuk pindah ke darat, namun karena kecintaannya terhadap laut, dan dengan posisi Sri saat ini masih menjadi seorang istri dari Charles, dia memutuskan untuk tidak pindah pekerjaan dari laut ke darat. Selama dua hari Michel berlibur ke Paris , ingat akan perkataan Sri yang rencanya pindah ke Paris , waktu yang sigkat Michel gunakan untuk mengenal kota-kota paris dengan harapan ketika Sri datang ke Paris , Michel akan mengajaknya mengelilingi Paris .
Sri telah berkali-kali berselingkuh dengan Michel tanpa sepengetahuan Charles, suaminya. Michel rupanya jatuh hati kepada Sri karena tarian Sri sangat memukau. Sri merupakan satu-satunya penari di kapal pesiar di mana Michel bekerja sebagai perwiranya. Suasana yang tampak begitu romantis terlihat saat Sri dan Michel saling berkecupan. Malam harinya, Michel sengaja mengajak Sri untuk ke kamar tidurnya yang sekaligus berfungsi sebagai ruang kerja. Michel pun tak tahan dengan Sri yang begitu memikat hatinya., walaupun Michel telah berkeluarga. Hubungan intim pun terjadi. Hal tersebut mereka lakukan hanya jika Michel tidak sedang bertugas. Beberapa bulan kemudian, Sri memutuskan untuk berhenti menari di kapal pesiar tersebut lantaran kangen akan keadaan suaminya yan selalu melukai dirinya. Seperti biasa, Sri dengan Charles seperti tiada hubungan perkawinan karena Charles memang sibuk dan memperlakukan Sri bukan sebagai seorang istri. Sri pun mulai jenuh dan selalu membantah apa yang dikatakan suaminya. Sewaktu-waktu, Sri kangen akan keromantisan Michel, hingga tak bisa melupakannya. Beberapa bulan menunggu pendaratan Michel, Sri menjumpai Michel di dermaga tepat pada saat kapal pesiar tersebut merapat ke pelabuhan Marseille, Perancis. Seperti dulu, Michel pun mengajak Sri untuk ke ruangan kerja untuk bercumbuan. Hari berlalu, Michel kembali melaut sedangkan Sri tinggal bersama Charles. Keinginan Sri untuk berlibur di Eropa tidak dikabulkan suaminya. Maka dengan nekatny, Sri membawa anaknya hasil perkawinan dengan Charles menuju London di mana Sri bertemu dengan teman-teman lamanya. Selama di London, Sri banyak menceritakan kisah hidupnya kepada mereka. Beberapa minggu kemudian, Sri dan anaknya kembali menemui Charles di Marseille. Selama di Marseille, tak ubahnya seperti dulu, Charles tetap memperlakukan Sri bukan seperti istrinya dan Sri pun terkadang kangen akan keromantisan si perwira tersebut. Beberapa bulan kemudian, Sri bertemu Michel saat pendaratan kapal pesiar tersebut di pelabuhan Marseille. Seperti dulu, Michel mengajak Sri menuju ruang kerjanya untuk memuaskan rasa nafsu birahinya. Hari pun berlalu, Michel kembali melaut. Kali ini Sri ikut dengan Michel menuju negeri sakura, tepatnya di Kobe . Di Kobe, Sri bertemu dengan teman-temannya. Beberapa minggu di Kobe , mereka mendengar kabar duka dari Bali , Indonesia , bahwa telah terjadi gempa bumi. untuk itu, mereka pun menggelar pentas amal dengan menyuguhkan pentas tarian Indonesia dan pelelangan lukisan. Kebetulan, Sri bertemu dengan kawan lama yang sempat dicintainya, yaitu Carl dan Sutopo. Mereka bangga akan kerja keras Sri itu. Beberapa hari kemudian, Sri pulang ke Marseille dengan menumpang kapal pesiar yang biasanya. Kali ini, Sri yang menemui Michel ke ruang kerjanya, namun sebelum masuk terdengar suara seorang wanita di ruang kerja Michel. Saat pintu dibuka, ternyata benar, ada seorang wanita yang sedang membicarakan sesuatu dengan Michel. Sri kaget dan langsung keluar menuju geladak karena ada rasa tersakiti. Hal tersebut diketahui Michel dan ia pun berusaha mengejar Sri dan saat bertemu, ia membujuk Sri untuk mendengarkan hal yang sebenarnya dan mendorong Sri untuk menuju kamar kerjanya bahwa yang dikatakan Michel itu benar, dia tidak berselingkuh dengan wanita itu. Sri percaya dengannya. Seperti biasa, Michel melepaskan hawa nafsunya untuk berhubungan intim dengan Sri sekaligus melepaskan rasa kangen dengan Sri. Sesampainya di Marseille, kelakuan Sri dengan Charles sudah jauh berbeda. Sri berusaha untuk lepas dari ikatan perkawinan dengan Charles, namun Charles keberatan sambil membujuk Sri untuk memaafkan suaminya. Sri mulai berbalas-balan surat lewat telegram untuk melenyapkan kangennya dengan Michel. Seperti itulah kehidupan Sri dengan Michel, tanpa ujung kisahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar